GERAKAN RIMPANG SEBAGAI JARINGAN KEHIDUPUNK

GERAKAN RIMPANG SEBAGAI JARINGAN KEHIDUPUNK Tak semua yang tumbuh membutuhkan izin. Tak semua yang bertahan harus terdaftar. Di dalam ruang kota yang dikonstruksi untuk memperkuat kontrol dan distribusi kuasa, selalu ada yang menyimpang. Bukan sebagai kesalahan, melainkan sebagai strategi bertahan. Sebab dalam sistem yang dibangun untuk menertibkan segalanya—dari arah mata angin sampai arah pikiran—menyimpang bukan

GERAKAN RIMPANG SEBAGAI JARINGAN KEHIDUPUNK Read More »

“Kebun Dunia dan Kebun Surga: Refleksi atas Tindak Kebaikan”

“Kebun Dunia dan Kebun Surga: Refleksi atas Tindak Kebaikan” Kebun surga belum tampak mata,Namun benihnya tumbuh dari cinta.Setiap sabar, setiap sedekah,Adalah tunas yang tumbuh megah. Di antara riuhnya zaman yang menanam deru dan panen debu, kebun tetap setia tumbuh dalam diam. Ia tidak berkoar, tapi meneduhkan. Tidak menuntut sorot, tapi merawat hidup dalam sunyi. Dalam

“Kebun Dunia dan Kebun Surga: Refleksi atas Tindak Kebaikan” Read More »

Dunia Butuh Lebih Banyak Perempuan yang Marah

Dunia Butuh Lebih Banyak Perempuan yang Marah (Untuk para penyintas Mei 98 dan semua yang tak ingin dihapus dari sejarah) Ada satu kalimat yang bikin isi kepala kami mendidih minggu ini: “Tidak ada kekerasan terhadap etnis Tionghoa tahun 1998. Itu tidak pernah ada dalam sejarah kita.” itu kata Fadli Zon. Menteri. Kepala Kebudayaan. Kepala pelupa.

Dunia Butuh Lebih Banyak Perempuan yang Marah Read More »

raja ampat

Melihat Apa yang Terjadi di Raja Ampat adalah Melihat Bagaimana Kapitalisme Selalu Tentang Serakah dan Keserakahan

Ada sebuah kesunyian yang tidak pernah benar-benar sunyi di Raja Ampat. Di antara desir angin yang menyapu gugusan pulau-pulau karst dan desir air laut yang bening sejernih ingatan, ada kecemasan yang mendesak harus dibicarakan. Kecemasan itu bernama tambang. Raja Ampat bukan sekadar gugusan pulau-pulau karang yang tampak eksotis dari brosur ekowisata. Ia adalah rumah. Ia

Melihat Apa yang Terjadi di Raja Ampat adalah Melihat Bagaimana Kapitalisme Selalu Tentang Serakah dan Keserakahan Read More »

Sementara Mereka Menebang, Kami Menanam.

Di kaki Gunung Salak, tanah yang dulunya berbicara dengan keheningan kini harus diam menyaksikan perubahan. Lembah Sukamantri yang dulu penuh dengan pohon-pohon purba, diramaikan suara burung dan kehidupan yang meresap dalam setiap helai daun, kini sedang diganti dengan hamparan hijau buatan bernama lapangan golf. Tempat orang-orang berseragam rapi berdiri di atas tanah yang tak lagi

Sementara Mereka Menebang, Kami Menanam. Read More »

Dari Kebun Narada, Iwul, hingga Rojava: Perawatan Adalah Jalan Pulang Menuju Keabadian

Tanah adalah ibu. Pernyataan ini bukan sekadar metafora puitik, melainkan penegasan akan relasi paling purba dan paling sakral antara bumi dan manusia. Tanah adalah tubuh kehidupan itu sendiri—menyerap air mata petani, menumbuhkan benih harapan, dan menyimpan nyawa dalam diam. Tapi dunia modern telah melupakan itu. Tanah tidak lagi dihormati sebagai ibu melainkan dijadikan komoditas, diukur

Dari Kebun Narada, Iwul, hingga Rojava: Perawatan Adalah Jalan Pulang Menuju Keabadian Read More »

Dari Kebun Ke Meja: Sebuah Jamuan Tanaman Liar dan Hak Pangan

Sejak sabtu siang (26/4), hujan turun di Bogor tanpa henti — hujan yang sabar dan panjang, bukan yang terburu-buru mengguyur lalu hilang. Langit dilapis abu-abu berat, udara basah menjalar menyelimuti jalan-jalan, genting rumah, hingga dedaunan yang menggantung berat di udara lembab. Di antara hujan yang jatuh nyaris tanpa suara, saya dan seorang kawan memulai perjalanan

Dari Kebun Ke Meja: Sebuah Jamuan Tanaman Liar dan Hak Pangan Read More »